BAB I: Kelopak yang Tercabik Bunga teratai putih itu dulu mekar dengan pongah di Taman Istana, memantulkan senyum Han Yue , sang putri mah...

Kisah Seru: Bayangan Yang Menyusup Ke Dalam Takdir Kisah Seru: Bayangan Yang Menyusup Ke Dalam Takdir

Kisah Seru: Bayangan Yang Menyusup Ke Dalam Takdir

Kisah Seru: Bayangan Yang Menyusup Ke Dalam Takdir

BAB I: Kelopak yang Tercabik

Bunga teratai putih itu dulu mekar dengan pongah di Taman Istana, memantulkan senyum Han Yue, sang putri mahkota. Yue, yang berarti rembulan, dijanjikan takdir gemilang: kekuasaan dan cinta dari seorang kaisar masa depan. Namun, takdir, seperti angin musim semi, seringkali bertiup ke arah yang tak terduga.

Cinta Kaisar muda, Li Wei, ternyata hanya kamuflase. Sebuah rencana licik untuk mengamankan tahta, menikahi kekuasaan Dinasti Han melalui Yue. Kekuatan teratai itu kemudian dilucuti paksa. Yue dikhianati, dijebak atas pengkhianatan, dan martabatnya diinjak-injak di hadapan seluruh istana. Dia menyaksikan ayahnya, Raja Han, meregang nyawa, dan seluruh kerajaannya dilalap api.

Yue, sang putri mahkota, lenyap.

Di tempatnya, muncul bayangan.

BAB II: Akar yang Bertumbuh di Kegelapan

Lima tahun berlalu. Desas-desus berbisik tentang seorang tabib wanita misterius bernama Bai Ying – Bayangan Putih. Bai Ying tinggal di perbatasan, jauh dari gemerlap istana dan intrik para bangsawan. Wajahnya tertutup selubung, menyembunyikan bekas luka, bukan hanya di kulit, tapi juga di jiwa.

Bai Ying merawat orang sakit, menyelamatkan yang terluka, dan diam-diam mengumpulkan informasi. Tangannya, yang dulu terbiasa menyentuh sutra halus, kini mahir memegang jarum akupuntur dan racun mematikan. Matanya, yang dulu penuh cinta, kini memancarkan ketenangan yang MENCEKAM.

Dia seperti teratai yang tumbuh di medan perang, akarnya menghujam dalam lumpur dan darah, namun kelopaknya tetap memancarkan keindahan yang mematikan.

BAB III: Tari Pedang di Bawah Rembulan

Bai Ying kembali ke ibukota. Bukan sebagai putri, tapi sebagai penyelundup informasi. Dia merangkai jaring rumit, memanfaatkan kelemahan para pejabat korup, mengendalikan aliran uang dan berita. Setiap malam, dia menari di bawah rembulan, bayangannya menyatu dengan kegelapan, menjadi mimpi buruk bagi mereka yang telah menghancurkannya.

Li Wei, sang kaisar, kini duduk dengan pongah di atas tahta. Namun, mimpi buruk menghantuinya. Bisikan-bisikan tentang bayangan putih yang semakin mendekat, merenggut satu per satu sekutunya.

Suatu malam, Bai Ying menghadapkan Li Wei di taman istana, tepat di tempat teratai putih itu dulu tumbuh.

"Apakah kau ingat aku, Li Wei?" bisiknya, suaranya selembut sutra, namun menusuk seperti es.

BAB IV: Keadilan yang Membisik

Pertempuran mereka bukan adu pedang berdarah, melainkan permainan pikiran yang mematikan. Bai Ying membeberkan kejahatan Li Wei di hadapan seluruh istana, mengungkap konspirasi, korupsi, dan pembunuhan yang telah dilakukannya. Senjata terampuhnya bukan pedang, melainkan KEBENARAN.

Li Wei, yang merasa terpojok, mencoba membela diri, namun suaranya tenggelam dalam lautan kebenaran yang telah disingkap Bai Ying. Rakyat yang dulu memujanya, kini menatapnya dengan jijik dan kemarahan.

Pada akhirnya, Li Wei jatuh. Bukan karena pedang Bai Ying, melainkan karena beratnya dosa-dosanya sendiri.

BAB V: Mahkota dari Keheningan

Bai Ying, atau Han Yue, berdiri di hadapan istana yang telah dipulihkan. Dia tidak mengambil tahta, tidak membalas dendam dengan kekerasan. Dia memilih untuk memberikan kekuatan kembali kepada rakyat, memilih untuk menjadi pengingat akan keadilan dan kebenaran.

Dia melepaskan selubungnya, memperlihatkan wajahnya yang terluka, namun juga memancarkan keindahan yang tak tergoyahkan.

Dia berjalan menjauh dari istana, meninggalkan bayangan masa lalu dan menyongsong masa depan yang dia ukir sendiri.

Dan saat rembulan menyinari punggungnya, dia tahu bahwa... takdirnya kini adalah miliknya.

You Might Also Like: 5 Rahasia Interpretasi Mimpi Bertemu

0 Comments: